Erdogan: Israel Merusak Karakter Islami

Jakarta – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuding Israel merusak karakter Islami di Yerusalem. Komentar ini kemungkinan bakal kembali memanaskan ketegangan kawasan seputar sengketa masjid Al-Aqsa.

Kekisruhan soal keamanan di kompleks masjid itu telah memicu bentrokan paling berdarah antara otoritas Israel dan warga Palestina dalam beberapa tahun terakhir. Petugas memasang detektor logam di jalan masuk ke lokasi tersebut setelah dua polisi ditembak mati bulan ini.

Berharap bisa menenangkan situasi, Israel mencopot detektor tersebut dan bakal memasang kamera CCTV canggih sebagai gantinya. Namun, warga Palestina telah menyatakan langkah baru itu masih tidak bisa diterima.

“Israel merusak karakter Islami,” kata Erdogan yang berlatar belakang Islam politis, sebagaimana dikutip Reuters, Rabu malam (26/7). “Kita tidak bisa diam saja melawan standar ganda yang terjadi di Israel.

Kementerian Luar Negeri Israel merespons segera dengan pernyataan keras terhadap pemerintahan Turki dan menudingnya berperilaku seolah-olah kerajaan Ottoman masih berdiri.

“Absurd ketika pemerintahan Turki, yang mengokupasi Cyprus Utara, secara brutal merepresi minoritas Kurdi dan memenjara waratawan, menceramahi Israel, satu-satunya demokrasi murni di kawasan,” kata juru bicara, Emmanuel Nahshon.

Baca Juga :  Said Aqil: Gus Solah Banyak Jasa dalam Perjuangan NU

Turki mempunyai pasukan yang bermarkas di Cyprus Utara, memerangi separatis bersenjata Kurdi di wilayah tenggara negaranya dan telah memenjara banyak wartawan, akademisi dan pihak-pihak lain yang diduga mendukung kudeta gagal tahun lalu.

Sengketa Al-Aqsa, seperti kekisruhan lain di Tanah Suci, bukan hanya sekadar soal alat keamanan, tapi kertait isu kedaulatan, kebebasan beragama, okupasi dan nasionalisme Palestina. Tempat tersebut sama-sama dianggap suci oleh Muslim dan Yahudi.

Al-Aqsa, salah satu situs tersuci umat Islam sekaligus simbol Palestina, didirikan di kompleks yang diagungkan Yahudi sebagai sisa dari dua kuil kuno mereka. Situs itu berada di Yerusalem Timur yang direbut Israel dalam perang 1967 dan dicaplok sebagai ibu kota, meski tidak pernah diakui masyarakat internasional.

Kerajaan Ottoman

Pada Selasa, Erdogan mengatakan dirinya menyambut pencopotan detektor logam yang menjadi sumber kekisruhan terbaru itu, tapi Israel mesti membayar karena telah mengambil langkah keamanan tersebut. Komentar itu juga segera ditanggapi dengan tajam oleh Nahshon.

Baca Juga :  Dituduh Rekayasa Penangkapan Habib Rizieq, BIN: Itu Hoax

“Hari-hari kerajaan Ottoman telah berlalu. Yerusalem pernah dan akan terus menjadi ibu kota umat Yahudi. Berkebalikan dengan masa lalu, pemerintahan di Yerusalem berkomitmen pada keamanan, kemerdekaan, kebebasan beribadah dan hormat pada hak semua minoritas,” kata Nahshon.

Ketegangan di Yerusalem telah memicu protes di Turki. Sejumlah media Turki melaporkan bahwa para demonstran menendang pintu dan melempar batu ke arah sinagoga di Istanbul. Erdogan telah meminta warganya menenangkan diri dan mengatakan serangan terhadap tempat ibadah adalah “kesalahan besar.”

Tahun lalu, Israel dan Turki mengembalikan hubungan setelah enam tahun menyusul serangan marinir Israel terhadap kapal bantuan pada 2010 silam untuk memblokir akses ke Jalur Gaza. Aksi itu menewaskan 10 aktivis Turki yang berada di kapal.

Normalisasi hubungan kedua negara dipicu oleh prospek kesepakatan gas Mediterania yang menguntungkan dan kekhawatiran bersama terkait keamanan kawasan.(am/cnn indonesia)