NTT  

Perkara Pidana Dari Wilayah Hukum NTT Yang Resmi Dihentikan Penuntutannya

Alreinamedia.com-NTT, Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) menyampaikan permohonan penghentian penuntutan untuk beberapa perkara pidana dari wilayah hukum NTT.

Pernyataan ini disampaikan dalam ekspose yang digelar pada Selasa, 26 November 2024, pukul 08.30–10.00 WITA, sebagai bentuk komitmennya terhadap penerapan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).

Acara ini berlangsung di Ruang Rapat Kepala Kejaksaan Tinggi NTT dengan dipimpin secara virtual oleh Direktur A pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H.

Ekspose dihadiri oleh Kepala Kejati NTT, Zet Tadung Allo, S.H., M.H., Wakajati NTT, Ikhwan Nul Hakim, S.H., Asisten Tindak Pidana Umum Kejati NTT, Mohammad Ridosan, S.H., M.H., serta jajaran kepala seksi dan pejabat lainnya di bidang tindak pidana umum Kejati NTT.

Kepala Seksi Penerangan Hukum, A. A. Raka Putra Dharmana, SH. MH. Dalam rilis yang disampaikan kepada media pada 26/11/24, menyebutkan bahwa perkara pidana yang diajukan untuk penghentian penuntutan berdasarkan pendekatan keadilan restoratif yakni ;

Perkara atas nama terdakwa Ferdianto Sulla alias Tommi yang diajukan oleh Kejari Rote Ndao, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP.

Perkara atas nama terdakwa Everd Roys Ndoen dan Terdakwa Febianus Pereira yang diajukan oleh Kejari Kabupaten Kupang, saling melaporkan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP.

Perkara atas nama terdakwa Drs. Silvester Saka alias Vester yang diajukan oleh Kejari Sikka, melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Baca Juga :  Kesenian Mendu Dari Kepulauan

Perkara atas nama terdakwa Patrisius Tuga Serang alias Patris yang diajukan oleh Kejari Ngada, melanggar Pasal 310 Ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Setiap perkara telah melalui proses perdamaian antara terdakwa dan korban. Proses ini melibatkan keluarga, tokoh masyarakat, dan tokoh agama, sesuai prinsip keadilan restoratif yang berfokus pada pemulihan hubungan sosial.

Dalam ekspose tersebut, tambah Raka, Jaksa Agung Muda Pidana Umum melalui Direktur A menyetujui penghentian penuntutan atas perkara tersebut berdasarkan terpenuhinya syarat formil dan materil berikut:

1.       Tindak pidana yang dilakukan merupakan pelanggaran pertama oleh terdakwa.
2.       Ancaman pidana terhadap perkara di bawah lima tahun penjara.
3.       Tindak pidana yang diancam diatas 5 (lima) tahun tetapi berdasarkan Pedoman Nomor 24 Tahun 2021 tentang penanganan Perkara Tindak Pidana Umum BAB IV angka 1 huruf I diperbolehkan dengan syarat tindak pidana dilakukan karena kelalaian.
4.       Surat Edaran Nomor : 01/E/Ejp/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Pasal 5 ayat (4), dalam hal tindak pidana dilakukan karena kelalaian, dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative jika tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
5.       Terdapat kesepakatan damai antara terdakwa dan korban, dibuktikan dengan dokumen resmi sesuai ketentuan RJ-14, RJ-18, dan RJ-27.
6.       Adanya dukungan masyarakat terhadap pendekatan keadilan restoratif.
7.       Pentingnya menjaga hubungan baik antara terdakwa dan korban, terutama yang masih memiliki hubungan keluarga atau hubungan pekerjaan.

Baca Juga :  Penanganan Inflasi, Disperindag Kota Kupang Gelar Pasar Murah Bersubsidi

Setelah disetujui, Kejati NTT akan mengirimkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022.

Kajati NTT, Zet Tadung Allo, S.H., M.H., menegaskan pentingnya pendekatan ini untuk memberikan keadilan yang lebih humanis dan inklusif di masyarakat.

“Keadilan restoratif adalah langkah maju dalam menyelesaikan konflik hukum dengan cara yang lebih damai, memulihkan hubungan, dan memberikan ruang bagi pelaku untuk bertanggung jawab serta memperbaiki diri. Ini adalah bentuk keadilan yang tidak hanya represif, tetapi juga kkonstrukti”. Ujar Kajati.

Ia juga menambahkan bahwa penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif menjadi solusi atas penumpukan perkara di pengadilan, mengurangi beban proses hukum yang panjang, serta mengedepankan nilai-nilai lokal masyarakat NTT.

Dengan disetujuinya penghentian penuntutan atas perkara ini, Kejati NTT telah menyelesaikan 48 perkara melalui keadilan restoratif hingga November 2024.

Capaian ini mencerminkan komitmen Kejati NTT dalam mewujudkan keadilan yang lebih merata dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal.

Penerapan keadilan restoratif tidak hanya memberikan keadilan kepada para pihak, tetapi juga menciptakan harmoni sosial dan mencegah konflik berkepanjangan.

Kejati NTT terus berkomitmen untuk menjadi pelopor dalam pendekatan hukum yang humanis dan berbasis nilai-nilai lokal, demi mewujudkan masyarakat NTT yang lebih adil dan harmonis. (MN)

Silakan baca konten menarik lainnya dari ALREINAMEDIA.com di Google News