Pihak Korban Sorot Bos Lion Air: Jangankan Empati, Telepon pun Tidak

Alreinamedia, Jakarta – Orang tua Shandy Johan Ramadhan mempertanyakan ketidakhadiran Lion Air pada saat awal kabar pesawatnya jatuh. Shandy merupakan jaksa fungsional Kejaksaan Negeri Bangka Selatan yang menjadi salah satu penumpang pesawat JT 610 tersebut.

“Saya ingin memberi perhatian kepada Pak Rusdi Kirana dan tim. Pada saat krisis, saya tidak pernah dihubungi oleh pihak Lion. Jangankan empati, menelepon pun tidak,” ucapnya di Hotel Ibis, Cawang, Jakarta Timur, Senin (5/11).

Hal itu disampaikannya saat tanya jawab dengan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, Kabasarnas Marsdya M Syaugi, Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, Kapusdokkes Polri Brigjen Arthur Tampi, dan beberapa perwakilan lainnya. Mereka sebelumnya memberikan paparan mengenai kecelakaan itu termasuk proses evakuasi dan sebagainya.

“Kalau Lion mempresidentasikan uang itu kewajiban Lion. Tapi sekarang ini kami keluarga perlu dirangkul. Tidak ada telepon itu yang jadi permasalahan. Kami kehilangan anak kami,” ucapnya.

“Saya tidak ingin jadi provokasi,” imbuhnya.

Selain itu, orang tua Shandy mengapresiasi tim SAR gabungan. Dia juga meminta pemerintah dapat mendorong KNKT segera mendapatkan hasil investigasi penyebab jatuhnya pesawat itu.

“Ini atas pribadi kami mungkin ada kesamaan keluhan yang bisa dilengkapi, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya pada tim basarnas dan tim lain, kami tersanjung begitu cepatnya bapak-bapak datang,” ucapnya.

Pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 itu jatuh di perairan Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat pada Senin 29 Oktober 2018. Pesawat berjenis Boeing 737 Max 8 itu membawa 189 orang di dalamnya termasuk pilot, kopilot, dan awak kabin.

Pada Selasa (30/10), pendiri Lion Group, Rusdi Kirana, menemui keluarga korban di Hotel Ibis. Rusdi menyampaikan duka cita atas jatuhnya Lion Air JT 610 itu.

Sementara itu, Direktur Operasional Lion Grup I Putu Wijaya mengatakan setiap keluarga korban mendapatkan uang sekitar Rp 1,25 miliar dan beberapa uang lainnya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

14 Korban Teridentifikasi

Tim SAR selama tujuh hari proses evakuasi berhasil mengidentifikasi 14 jenazah korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang. Daftar 14 korban Lion Air yang teridentifikasi secara bertahap diumumkan ke publik.

Pesawat Boeing 737 Max 8 dengan nomor registrasi PK-LQP tersebut hilang kontak pada 29 Oktober 2018 sekitar pukul 06.33 WIB dan dilaporkan terakhir tertangkap radar pada koordinat 05 46.15 S-107 07.16 E.

Pesawat ini berangkat pada pukul 06.10 WIB dan sesuai jadwal akan tiba di Pangkal Pinang pada Pukul 07.10 WIB. Namun baru beberapa menit mengudara, pesawat meminta kembali ke Soekarno-Hatta sebelum akhirnya hilang dari radar.

Lihat juga: Pesan Rindu Pramugari Lion Air yang Tertambat di Karawang

Badan SAR Nasional (Basarnas) memastikan pesawat yang mengangkut 189 penumpang beserta kru mengalami kecelakaan dan jatuh di perairan Tanjungpakis Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Baca Juga :  Ini Aturan Resmi Penanganan Jenazah di Kapal Laut

Sepekan sejak kejadian nahas tersebut, belum ada kepastian mengenai penyebab jatuhnya pesawat, meski telah berseliweran kabar bahwa mesin pesawat mengalami malafungsi dan mati sekitar lima hingga 10 menit sejak lepas landas.

Badan pesawat baru produksi Boeing yang mulai digunakan maskapai Lion Air sejak Agustus 2018 lalu itu juga belum ditemukan hingga Minggu (4/10) kemarin.

Tim evakuasi baru menemukan roda pesawat, mesin pesawat, kulit pesawat serta bagian dari kotak hitam berupa rekaman data penerbangan (FDR). Data FDR masih perlu dilengkapi oleh rekaman suara kokpit (CVR) yang masih dalam pencarian.

Para saksi mata di lokasi kejadian jatuhnya pesawat menuturkan bagaimana dahsyatnya kecelakaan tersebut dengan berbagai versi cerita, namun semua menyebutkan pesawat tersebut jatuh dalam posisi menukik menuju perairan Kabupaten Karawang yang dalamnya hanya sekitar 30-35 meter.

Para nelayan juga mendengar dentuman keras seperti petir saat pesawat dengan bobot maksimal 80-an ton itu menghunjam ke perairan, ditambah dengan asap hitam dari dalam air serta gelombang air laut yang cukup kuat.

Total 105 kantong jenazah telah masuk ke Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Polri Raden Said Sukanto, Jakarta.

Di rumah sakit ini tim memeriksa sampel khas korban setelah meninggal (postmortem) dan dicocokkan dengan sampel fisik khas korban sebelum meninggal (antemortem) yang dibawa keluarga korban.

Hingga saat ini, tim Disaster Victim Identification (DVI) Mabes Polri telah mengumpulkan dan memeriksa sebanyak 306 sampel DNA korban. Tim DVI juga telah mengumpulkan semua sampel DNA keluarga inti (anak atau orang tua) korban dari penumpang pesawat yang berjumlah 189 jiwa tersebut.

“Dari pemeriksaan 73 kantung jenazah kami berhasil kumpulkan sampel DNA totalnya 306 sampel, sementara 32 sisanya baru diambil untuk dimasukkan ke laboratorium. Sedangkan sampel keluarga sudah semua terkumpul,” ujar Kepala Laboratorium DNA Pusdokkes Polri Kombes Pol Putut Tjahjo Widodo.

Berikut daftar 14 penumpang Lion Air yang berhasil teridentifikasi:

  1. Jannatun Cintya Dewi, perempuan 24 tahun, teridentifikasi lewat sidik jari tangan kanan.
  2. Candra Kirana, pria 29 tahun, teridentifikasi dari tanda medis dan properti korban.
  3. Monni, perempuan 41 tahun, teridentifikasi dari tanda medis.
  4. Hizkia Jorry Saroinsong, pria 23 tahun, teridentifikasi dari sidik jari dan tanda medis.
  5. Endang Sri Bagusnita, perempuan 20 tahun, teridentifikasi dari sidik jari dan tanda medis.
  6. Wahyu Susilo, pria 31 tahun, teridentifikasi dari tanda medis dan properti korban.
  7. Fauzan Azima, pria 25 tahun, teridentifikasi dari sidik jari dan tanda medis.
  8. Rohmanir Pandi Sagala, pria 23 tahun, teridentifikasi dari sidik jari dan tanda medis.
  9. Dodi Junaidi, pria 40 tahun teridentifikasi dari sampel DNA.
  10. Muhammad Nasir, pria 29 tahun, teridentifikasi dari sampel DNA.
  11. Janry Efriyanto Sianturi, pria 26 tahun, teridentifikasi dari sampel DNA dan tanda medis.
  12. Karmin, pria 68 tahun, teridentifikasi dari sampel DNA.
  13. Hawinoko, pria 54 tahun, teridentifikasi dari sampel DNA.
  14. Verian Utama, pria 31 tahun, teridentifikasi dari sampel DNA.
Baca Juga :  Erick Thohir Larang BUMN Berikan Suvenir atau Sejenisnya dalam RUPS

Pemeriksaan untuk identifikasi mengacu pada data primer yakni sidik jari dengan kecocokan 12 titik, gerigi gigi dan sampel DNA yang ditambah oleh data sekunder seperti tanda operasi, tato khas, hingga properti yang dipakai korban sebagai penguat pemeriksaan.

“Jenazah bisa teridentifikasi itu pertama berdasarkan data primer, yakni sidik jari, gerigi gigi dan DNA. Setelah itu tanda sekunder yaitu tanda medis, contohnya tato, bekas operasi hingga properti yang digunakan korban dan dicocokkan dengan data antemortem dari keluarga dan data dari pihak lain. Ini jadi pedoman sesuai DVI Polri,” kata Kepala Rumah Sakit Polri Raden Said Sukanto, Kombes Pol Musyafak.

Temuan identifikasi 14 jenazah korban kecelakaan pesawat Lion memang jauh di bawah jumlah total penumpang manifes yang berjumlah 189 penumpang.

Tim DVI mengakui banyak tantangan dalam proses identifikasi jenazah korban. Kepala Bidang DVI Polri Kombes Pol Lisda Cancer mencontohkan tidak semua jenazah korban kecelakaan Lion Air itu dievakuasi dalam keadaan utuh, bahkan beberapa di antaranya memiliki ukuran minimal dan tidak bisa diperiksa rahang gigi dan sidik jarinya.

“Akhirnya harus diperiksa melalui sampel DNA. Namun itu kan tidak bisa sebentar, minimal membutuhkan waktu empat sampai lima hari,” katanya.

Selain itu, waktu semakin molor karena di dalam kantong jenazah korban juga ada kemungkinan tercampur dengan jenazah lainnya, sehingga dibutuhkan pemisahan lebih dulu.

Kendati demikian, tim DVI menyebut data sekunder korban seperti tanda medis dan properti yang digunakan ketika berangkat juga bisa menjadi salah satu acuan jika data primer lainnya tidak bisa diperiksa, dengan catatan data tersebut harus sangat khas.

Dalam kasus identifikasi jenazah Monni misalnya, tim DVI menemukan korban memiliki tanda medis berupa tato di punggung kanannya yang khas yang hanya dimiliki oleh dia dilengkapi dokumen berupa sertifikat dari sang pembuat tato, sehingga bisa lebih cepat.

Lihat juga: Kepala Basarnas Tegaskan Bodi Lion Air JT-610 Belum Ditemukan

Namun Lisda menegaskan timnya tetap berpegang pada data primer, yakni DNA, baik dari sel tubuh atau yang tertinggal pada barang-barang korban seperti sisir dan sikat gigi dalam mengidentifikasi korban.

“Tapi DNA yang kami pegang, karena sangat meyakinkan. Namun lagi-lagi ini tidak sebentar, kami mengharapkan keluarga juga bersabar dan terus berdoa,” tuturnya.

Pemerintah memperpanjang waktu evakuasi tiga hari terhitung mulai Senin (5/11). Dengan sisa waktu evakuasi yang akan selesai dalam tiga hari mendatang, tim DVI Polri berharap 175 jenazah korban yang belum teridentifikasi bisa dituntaskan. (am/detik)