RSUD Natuna Larang Pengambilan Gambar di Rumah Sakit “Bolehkah”

Berita Opini, Penulis: Arizki Fil Bahri

Informasi Larangan RSUD Natuna dalam pengambilan Gambar di Rumah Sakit Sabtu (20/1/23) foto: Arizki

Alreinamedia.com- Seperti kita ketahui, banyak layanan kesehatan seperti rumah sakit yang melarang dokumentasi di rumah sakit. Namun kita juga sering menemukan berbagai video di media sosial yang diambil di rumah sakit. Mungkin ada orang yang ingin mendokumentasikan suatu kejadian, seperti malapraktik. Apakah larangan mendokumentasikan ini sesuai dengan hukum?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (“UU 44/2009”), setiap pasien mempunyai hak di antaranya memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit dan mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.

Selain itu, rumah sakit diwajibkan untuk, di antaranya, menghormati dan melindungi hak-hak pasien dan menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital by laws).

Peraturan internal rumah sakit yang dimaksud adalah peraturan organisasi rumah sakit (corporate bylaws) dan peraturan staf medis rumah sakit (medical staff bylaw) yang disusun dalam rangka menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance). Dalam peraturan staf medis rumah sakit (medical staff bylaw) antara lain diatur kewenangan klinis (clinical privilege).

Baca Juga :  Polda Tunggu Tommy soal Aliran Dana ke Firza Husein

Setiap rumah sakit juga harus menyimpan rahasia kedokteran yang hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rumah sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran. Apabila pasien dan/atau keluarga menuntut rumah sakit dan menginformasikannya melalui media massa, mereka dianggap telah melepas hak rahasia kedokterannya kepada umum. Atas hal tersebut, rumah sakit berwenang untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab rumah sakit.

Sebagaimana yang kami kutip dari artikel Etika Pengambilan Foto/Video di Lingkungan RS dalam laman resmi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), pengambilan foto di rumah sakit tidak boleh melanggar privasi pasien, keluarga pasien, maupun petugas rumah sakit. Jika pasien atau keluarganya dan staf rumah sakit tidak keberatan, maka pengambilan gambar boleh dilakukan dan tidak ada pelanggaran privasi. Namun, rumah sakit/klinik tetap disarankan agar membuat pengumuman yang melarang pengambilan gambar.

Oleh karena itu, menurut hemat kami, rumah sakit pada dasarnya berwenang untuk mengatur larangan pengunjung mengambil foto/video. Larangan ini semata-mata diterapkan untuk melindungi hak privasi pasien.

Baca Juga :  Bupati Natuna Sambut Kedatangan Wakil Gubernur dan Walikota Batam

Merekam Malapraktik

Lebih lanjut, terhadap orang yang mendokumentasikan suatu dugaan malapraktik, hal ini dapat dikatakan sebagai perekaman atas kejadian nyata. Merujuk pada artikel Bolehkah Merekam Suatu Peristiwa Secara Sembunyi-Sembunyi? perekaman terhadap kejadian nyata secara langsung dengan menggunakan kamera bukanlah termasuk pelanggaran Pasal 31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”), karena tidak ada “transmisi” informasi elektronik yang diintersep atau disadap. Realita berupa suara atau kejadian yang direkam dalam satu tape recorder atau kamera sendiri bukanlah data elektronik, bukan informasi elektronik, dan bukan dokumen elektronik.

Dengan demikian, tindakan merekam itu sendiri tidak bertentangan dengan undang-undang. Namun, perekam yang menyebarkan rekaman tersebut kepada publik harus berhati-hati dengan kemungkinan adanya laporan dari pihak yang direkam. Apalagi jika dugaan malapraktik tersebut tidak terbukti. Pasal 45 ayat (3) dan (5) UU 19/2016.

Redaktur: Erwin Syahril